Bagiku:
hidup itu tidak pernah memberikan kepastian,
hidup itu tidak pernah menyodorkan jawaban,
hidup itu seperti di antara nyata dan angan
Ketika melintasi orang tadi, tertawa riang, seakan
hidup tidak pernah menyisakan duka, serasa hidup selalu diselimuti senang. Atau
mereka hanyalah memakai topeng?
Hidup menuntut dan memaksa untuk belajar banyak hal. Wajar, topeng adalah alibi paling
bijak untuk menutupi setiap keraguan, sehingga sanggup pura-pura bernyanyi dalam pahitnya hidup,
atau berlagak nestapa dalam manisnya hidup.
Katanya, hidup itu panggung besar bagi setiap orang untuk
mengukir ceritanya sendiri. Demi hidup terbaik (versi mereka), berbagai cara
dilakukan, seperti berlomba, bersaing, bahkan saling menjatuhkan adalah hal
yang biasa, tak perlu untuk dibinisa, pungkasnya.
Tapi, untuk apa berlomba? Untuk apa bersaing? Untuk apa
menjatuhkan? Apakah hidup memang memaksa kita untuk menuju sempurna? menjadi
yang paling hebat? Apakah dengan cara yang licik itu wajar? Apakah memang hidup
sekejam itu? Apakah benar itu tuntutan hidup? Atau hanya tuntutan manusia
lainnya? Satu spesies yang sama dengan kita, tapi entah dengan persepsi yang
tidak akan pernah sama.
Satu orang yang terlihat ‘baik’ belum tentu baik dan satu
orang yang terlihat jahat belum tentu jahat. Kita lahir seakan dibekali beragam
topeng, yang tanpa kita sadari, sering kali kita memakainya, silih berganti
bergantung pada siapa kita berbicara dan saat kapan kita berbicara. Bahkan,
topeng yang kita pakai bisa saja mengkhianati topeng yang lainnya. Hidup ini
begitu kontras, seakan hitam dan putih tidak pernah melebur menjadi abu.