Aurora Pariwisata
2:17 AM
Pariwisata, sesuatu
yang tidak asing bagi telinga saya, tetapi sangat asing bagi otak saya. Ketika
telinga saya mendengar banyak orang yang bersilang pendapat tentang betapa
liciknya sekaligus betapa manisnya pariwisata, saya masih duduk santai sambil
menyeruput kelapa muda di pinggir pantai Nusa Dua, menganggap kontradiksi itu
wajar adanya. Bukankah memang segala sesuatunya memiliki positif dan negatif?
Asyiknya kesantaian
saya semakin terusik ketika bahkan pariwisata dianggap sebagai ilmu. Saya
semakin penasaran dengan ‘ilmu’ satu ini. Kalau ilmu lainnya muncul dan dapat
dibedah secara konkret, saya masih belum mengerti bagaimana bisa hanya karena
keinginan para wisatawan untuk bepergian dan bersenang-senang yang kemudian
dijadikan ilmu yang sebegitu rumit, teoritis dan pragmatis. Namun, para
peneliti ‘ilmu’ itu lebih memilih mengamati dengan seksama memakai teleskop
keilmuannya untuk mengkaji sikap, perilaku, persepsi bahkan dampak dari
kegiatan pariwisata itu. Ayolah, why so
serious? Mungkin para wisatawan, investor dan masyarakat itu ingin menari
sebentar menikmati merdunya alunan pariwisata. Bagaimana kalau kita menonton
mereka atau bahkan ikut menari?
Saya semakin terdampar
dalam ketidak-tahuan, sampai pada akhirnya rasa penasaran menggiring saya ke
ruangan ini, Magister Kajian Pariwisata. Suatu ruangan yang selalu digemakan
dengan pemikiran unik tentang pariwisata dan digaungkan dengan semangat
pemanfaatan pariwisata untuk menyejahterakan masyarakat.
Nyatanya, banyak
sekali problematika pelik yang mengelilingi pariwisata. Pariwisata tidak berdiri
sendiri dan dampaknya memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi sektor
lain. Jika sebelumnya, saya hanya melihat para pelaku pariwisata itu menari
lihai. Sekarang, dengan meminjam teleskop keilmuan itu, saya melihat tarian
mereka tidak lagi seirama dan sesuai dengan tempo. Tarian itu kacau hanya saja
terlihat rapi, terbungkus indah, seakan wajahnya masih memberikan senyum pasti dan
irama yang dipaksakan senada. Oleh karena itu, sekarang saya sadar dan sebelum
terlalu terlambat, saya ralat pertanyaan sinis saya sebelumnya menjadi why not so serious?
Kalau Robin Fox
mengatakan Tourism is like fire, it can
either cook your food or burn your house down. Saya lebih melihat
Pariwisata itu sebagai Aurora bukan sekedar api. Perpaduan warna yang terlihat
indah menari di atas langit, sangat dinantikan dan memanjakan setiap insan yang
melihatnya. Namun tahukah kita dibalik keindahannya itu, justru menjadi suatu
pertanda akan datangnya bencana. Para astronom percaya bahwa kehadiran Aurora
terutama northern light merupakan
pertanda akan munculnya bencana alam seperti gempa, tornado bahkan erupsi
gunung berapi.
Jadi, jangan hanya
terpukau oleh kemegahan pariwisata, kebermanfaatan sesaatnya ataupun keindahan
pesonanya. Kita perlu tahu bagaimana menjaga, mempertahankan dan
memanfaatkannya dengan tepat sehingga dapat selalu berlanjut.
Percayalah, sesuatu
yang indah tidak akan indah untuk selamanya
Tourism is like an aurora,
it can be either mesmerizing or brewing up a disaster.
0 komentar