Dewasa itu seperti apa?
12:54 AM
Dari kecil
saya selalu mengidolakan sosok orang dewasa, seperti Bapak dan Ibu saya. Dua
sosok orang dewasa yang paling pertama saya kenal dan yang paling (harus) saya
patuhi pula. Saya merasa menjadi orang dewasa begitu enak dan bebas, tidak
seperti anak kecil yang tidak boleh ini dan itu, tidak akan dimarahi kalau
melakukan kesalahan, bebas menyuruh dan melarang apapun, tanpa alasan yang
pasti atau bahkan alasan yang sekedar dibuat-buat.
Menjadi
orang dewasa seakan begitu menyenangkan. Mereka tahu segalanya dan boleh untuk
mencari tahu semuanya, tidak ada kata ‘belum waktunya’ ketika ingin mencari tahu sesuatu.
Dulu waktu kecil, saya seringkali menanyakan hal-hal baru yang saya temui. Maklum, waktu jaman saya kecil, internet
terbatas dan mahal, jadi apapun yang bikin saya penasaran selalu berujung ke
Bapak dan Ibu. Yah walaupun Bapak dan Ibu paling sering menjawab dengan “Ya
memang begitu”, tapi saya mengidolakan kalimat itu. Dan yang lebih saya
idolakan lagi adalah menjadi seperti mereka, orang dewasa, sosok yang bisa
melakukan apa saja, yang dianggap mandiri, bisa memilih dan memilah apapun.
Sendiri, bebas tanpa ada kekangan.
…..
Waktu kian bergulir, dan sekarang umur saya sudah masuk di 20an. Usia yang kata
banyak orang sudah memasuki masa dewasa. Tapi, saya merasa seperti anak kecil
yang terjebak di usia ini. Saya belum mengerti, bagaimana seharusnya menjadi
sosok dewasa? Seperti apakah dewasa itu? Perlahan saya melihat realitanya,
membuka dan membalikkan pandangan awal masa kecil saya tentang sempurnanya
sosok dewasa itu yang nyatanya tidak sesempurna itu.
Tidak akan
ada seseorang yang menjadi dewasa secara sempurna
Kebanyakan
sikap anak kecil adalah tidak bisa mengendalikan ego. Contohnya saja ego saat
bermain dengan temannya, misalnya dengan mengambil semua mainan menjadi
miliknya, tidak mau berbagi, atau memukul temannya karena salah melakukan
sesuatu. Lalu apa bedanya dengan ini? Ada kasus perebutan harta waris hanya
karena salah satu orang (yang seharusnya sudah dewasa) merasa pantas untuk
memiliki semuanya, tidak mau berbagi atau bahkan berkelahi hanya masalah
sepele. Lalu, apakah mereka sudah dewasa? Padahal, berdasarkan pandangan sistem
sosial masyarakat kita, usianya menandakan bahwa mereka sudah mencapai dewasa.
Nyatanya,
banyak orang (yang seharusnya sudah dewasa) belum dewasa sepenuhnya. Dewasa
itu seakan tidak akan pernah bisa dicapai tapi hanya bisa dilalui, dari proses,
dari cara berpikir dan dari pengalaman.
Mana yang
benar dan mana yang salah
Pasti masih
ingat waktu jadi anak kecil dulu, bagaimana mendapat omelan kalau salah
melakukan sesuatu. Pegang pisau dikit salah, sentuh skalar dikit ga boleh. Walaupun memang sih maksudnya baik. Dulu, saya melihat semua orang dewasa selalu benar. Tetapi sebenarnya, mana yang disebut salah dan apa saja yang seharusnya
benar?
Saya berikan contoh dengan pengalaman masa kecil saya lagi, berhubung saya dulu sering sakit-sakitan, yang dianggap salah adalah kalau tidak mau minum
obat. Biasanya sih saya cuman cemberut sambil merengek dan nangis-nangis manja
sedikit, terus terpaksa untuk mau minum obat, karena katanya nanti bakal digigit ular.
Waktu kecil,
salah dan benar ditentukan orang yang lebih dewasa dari kita, yaitu orang tua. Dulu, saya pernah
terpikir kenapa harus selalu minum obat ? Bukankah tidak ada efek
sampingnya ? Kalau benar obat ini menyembuhkan kenapa saya masih saja
sakit lagi ? Saya melihat benar dan salah itu buram. Pokoknya apa yang disuruh
Ibu dan Bapak adalah benar. Dan apa yang dilarang Ibu dan Bapak adalah salah.
Baiklah, saya akan temukan perbedaan jelasnya saat dewasa nanti. Begitu pikir saya dulu.
Tapi…
Sampai saat ini, saya malah merasa benar dan salah itu
perbedaannya tipis sekali. Apa yang benar bisa menjadi salah, dan apa yang
salah bisa menjadi benar. Contoh kecilnya saja, saat saya mengikuti pelatihan
debat dulu. Parameter apapun bisa berpihak di pro dan kontra, semuanya bisa
benar dan bisa salah. Begitu pula sistemnya untuk proses hukum pidana, tidak
ada kasus yang sepenuhnya benar atau salah. Semuanya bisa berada di keduanya.
Inilah yang mungkin semakin membingungkan orang dewasa untuk memilah, karena
benar dan salah hanya masalah pandangan dan persepsi dengan sifat subjektif.
Contoh lainnya lagi adalah dengan membenarkannya slogan be yourself, yang mana sederhananya bisa menjadi baik dan buruk. Persepsi baik
karena kita bisa menjadi diri sendiri dan yakin dengan keunikan sendiri. Sedangkan, persepsi buruk karena kita hanya akan terperangkap dengan diri sendiri yang begini-begini saja atau begitu-begitu saja. Kalau saya sih, be the best
of yourself.
Tapi itu
yang benar menurut saya, dan sekali lagi, benar atau salah itu masalah subjektif.
Dunia orang dewasa itu kejam
Ini yang
paling penting dan yang paling harus diketahui. Dunia orang dewasa itu kejam!
Bold, italic, underline! Banyak rintangan, kecurangan, ketidakadilan,
kekecewaan dan keganjilan.
Sesuatu yang kita anggap akan menjadi
seperti itu, malah terjadi seperti ini. Orang baik yang kita anggap seharusnya
bisa hidup lebih baik, justru ada banyak orang jahat yang hidup
bersenang-senang. Semuanya seakan tidak seperti seharusnya.
Ini juga mungkin yang menyebabkan banyaknya buku
psikologi bertebaran dimana-mana, untuk menuntun mereka-mereka (termasuk saya)
yang bagai butiran debu, kehilangan arah dan tak tahu arah jalan pulang.
Menjadi
indah dengan caramu
Tapi dunia
orang dewasa juga tidak serumit dan sejahat itu, layaknya bermain game, Tuhan juga sepertinya
menyembunyikan kode cheat di hati kita untuk bisa menjalani hidup lebih mudah dan lebih baik.
Kode cheat itu adalah bersyukur dan berbahagia.
Walaupun semua berjalan seakan
tidak seharusnya, kita dihadiahi cara berbahagia yang bisa dilakukan kapanpun,
dimanapun, dengan siapapun. Kita yang pilih, kita yang atur. Happiness is about decision, if you choose to be happy, you would be! Bahagia itu yang secara sederhananya melihat semua
hitam putihnya hidup menjadi lebih berwarna. Menjalani proses menuju dewasa pun seperti itu, sama bahagianya waktu masa kecil dulu.
Happy growing-up! :)
"It takes courage to grow up and become who you really are"
E.E. Cummings
1 komentar
Really like this
ReplyDelete