Lima September. Ini bisa jadi hari terbahagia bagi hidup
saya. Belum pernah rasanya melihat cuaca secerah ini, dan merasakan senyum
selepas ini. Iya, saya berhasil menyelesaikan satu tahapan dalam hidup saya. Keluar
dari zona nyaman dengan melakukan sesuatu yang sama sekali di luar dugaan saya.
Melakukan aktivitas berat dan melelahkan, jauh dari keluarga, dituntut untuk
mandiri, belum lagi ditekan secara psikologis dengan berbagai permasalahan
lainnya.
Berada di sini sebenarnya adalah pilihan hidup saya sendiri.
Sesuatu yang memang saya dambakan sejak awal. Keinginan yang dengan gigih saya
perjuangkan untuk menjadi realita. Walaupun tidak sepenuhnya bertemu dengan
ekspektasi. Serta, walaupun tidak banyak yang mau tahu (ataupun mengerti)
bagaimana susah payahnya mencapai ini. Menganggap bahwa saya hanya dengan
mudahnya disuapi dan mencicipi manisnya saja.
Jauh dari keluarga memang masih bisa diatasi dengan
teknologi. Segala tindakan dan pilihan yang saya ambil masih dituntun mereka. Bersyukurnya,
saya masih memiliki orang tua yang begitu peduli untuk kebaikan putrinya. Iya saya
merasa menjadi manusia paling beruntung. Walaupun mungkin banyak orang di luar
sana yang sedikit mencibir, namun memiliki orang tua seperti ini sudah cukup
mampu mengusir semua gundah. Ini sudah sangat lebih dari cukup.
Melalui pengalaman ini saya belajar banyak hal.
Saya belajar bahwa tidak akan ada orang yang akan sepenuhnya
mengerti dan menyukai kita, seberapa pun berusahanya kita berbuat baik
kepadanya. Adapun ketika kita berbuat baik, bisa saja bertubi-tubi akan
didatangi dengan permintaannya yang lain. Penolakan untuk tidak membantu
mungkin menjadi masalah besar bagi saya. Iya, kelemahan saya memang ketika
harus menolak untuk menolong. Kelemahan yang justru menjadi peluang bagi mereka
untuk terus ‘meminta’. Seakan jika kita tidak mau mengabulkan, cap orang jahat
pun akan selalu menempel. Dari sini saya belajar, menjadi orang jahat, tegaan
dan acuh tidak ada salahnya. Justru membantu diri kita sendiri untuk tidak
hidup dikelilingi dengan ‘gulma’.
Saya belajar tentang apa sebenarnya tujuan hidup? Bangun pagi,
tidur larut, kerja keras, banting tulang, memeras otak, dikejar deadline,
menghabiskan separuh waktu hanya untuk ini dan itu. Rutinitas yang tidak lama akan
terlarut dalam bosan.
Apakah hidup memang semuluk itu? Glamor bergelimang dengan
kepuasan dan rasa tinggi? Menjadi eksklusif dengan harta yang berlimpah? Dielu-elukan,
menjadi seseorang ternama, melambungkan rasa bangga?
Yang terpenting, melalui pengalaman ini, saya belajar untuk
bersyukur. Menerima apa adanya kita, karena betapapun kita melihat bahagianya
orang lain, mereka pernah merasakan penderitaam terperih, atau bahkan masih
mengalaminya dan hanya dengan cerdik menutupi. Betapapun pula kita melihat keberhasilan
orang lain, ada suatu proses yang sempat dan setiap saat membuatnya jatuh,
mengujinya apakah akhirnya mampu untuk bangkit kembali.
Melalui pengalaman ini saya belajar banyak hal, terutama
saya sadar, bahwa layang-layang akan terbang lebih tinggi ketika melawan angin,
bukan dengan terbawa olehnya.
Mari kita main layangan dulu~
Pic Source: Pinterest.com |