Diorama kehidupan manusia
6:58 AM
Kemarin sempet nonton film
favorit masa kecilku. Finding Nemo. Tapi aku tidak tertarik dengan animasinya
yang flawless, atu mungkin alur
ceritanya yang fabulous and
unpredictable. Aku lebih tertarik dengan awal ceritanya, penyebab konflik
si nemo dan bapaknya.
Pokok ceritanya sih seperti ini
si Nemo terlahir tanpa ibu, si Bapak trauma dan overprotektif ke Nemo, si Nemo
bete dan masuk jaring, bapaknya galau dan nyari dia ke mana-mana. Kalau kita
flashback, semuanya ga bakalan seperti ini JIKA SAJA tidak ada sosok yang
bernama HIU. Si ibu yang waktu itu menjaga telur-telurnya mati-matian,
sepertinya memang harus ditakdirkan kalah dan mati jika berhadapan dengan hiu.
Walaupun sekuat apapun ibunya melawan. Hiu is the bos. Semua gara-gara hiu.
Lebih tepatnya, kelemahan ikan-ikan kecil dengan hiu, atau dengan kata lain,
keganasan dan kekuasaan si hiu.
Yang kuat pasti menang. The strongest is the winner. Film ini
seakan diorama bagi kehidupan kita, manusia. Oke, liat aja contohnya, ‘pemegang
kekuasaan’ di negeri ini bisa bertindak sesukaaaaa hati mereka, dan kita rakyat
jelata yang tidak punya kekuasaan hanya bisa pasrah, manut-manut aja dan hanya
berpegang dengan sesosok yang bernama ‘Tuhan’.
Oh iya, ngomongin tentang
Tuhan. Beliau yang biasanya kita sebut dengan ‘maha’ sebelum kata sifat yang
mendeskripsikannya, seakan mirip seperti si ‘hiu’ tadi. Kalau beliau ingin kita
mati yaa mati. Semuanya sepertinya memang kehendaknya dan kuasanya. Dan kita hanya bisa
mengelak dan meyakinkan diri bahwa, ‘yang beliau berikan adalah yang terbaik
bagi kita.’ Jujur, aku terkadang meragukan keberadaan Tuhan. Dulu, aku sempat
bertanya kepada salah seorang rohaniawan.
Singkatnya begini, “kalau
memang Tuhan yang menentukan mati dan hidup seseorang, lalu kenapa ada orang
yang mati hanya karena ‘iri hati’ orang lain, yang kebetulan ‘orang yang iri’
ini punya kekuatan lebih besar? Apakah itu berarti bahwa bukan hanya Tuhan yang
menentukan, apakah itu berarti bahwa manusia itu sendiri juga bisa menentukan
hidup dan mati manusia lain?”
Sang rohaniawan itu menjawab,
“tangan Tuhan yang mengarahkan orang itu untuk membunuh orang tak bersalah
tersebut, karena itu memang takdirnya”
Aku berbisik, “Takdir? Apakah
itu berarti takdir kita ditentukan orang lain? Pantaskah kelebihan yang
diberikan Tuhan menjadi boomerang bagi kita sendiri?”
Aku bertanya lagi, “kenapa
tidak si orang yang iri hati itu yang mati? Bukankah lebih baik membunuh
penjahat, sosok yang hanya bisa iri dan menganggap kematian dapat mengakhiri,
dibanding dengan membunuh orang tidak bersalah yang memang berhak mendapatkan
kebahagiaan? Dan tidak mengganggu kehidupan orang lain.”
Sang rohaniawan membalas,
“sekarang jaman kaliyuga (jaman mendekati kiamat), memang ada saatnya yang
jahat berkuasa. Dan ada saatnya juga mereka akan mati. Tuhan tau kapan waktu
yang tepat. Ada sebab ada akibat, ada pilihan dan ada takdir”
Aku dalam hati berbisik lagi, “Jadi,
kita hanya bisa pasrah?? Mengikuti takdir yang ada? Tuhan hanya menonton sambil
makan pop corn di atas sana? Atau di mana lah, karena imajinasi orang jaman
dulu, sudah terbantahkan, di atas awan di sana, tidak ada para dewa, dewi,
bidadari, atau apalah itu, atau mungkin hanya mataku yang terbatas?”
Dunia ini fana, dan penuh
dengan hukum alam, bahkan terikat dengan takdir. Takdir yang susah dijelaskan.
Karena menurutku, semuanya ada sebab-akibat, ketika kita memilih suatu jalan,
maka hasilnya juga berbeda. Dan itu kita yang memilih, entah mungkin Tuhan ikut
serta di bagian mana. Aku tidak tahu.
Dulu aku pernah punya buku
cinderela, uniknya kita bisa memilih jalan ceritanya sendiri. Salah satu contohnya
seperti ini, “apakah kamu mau mengikuti ajakan ibu peri?” aku coba menjawab
tidak, dan si buku menyuruhku membuka halaman 5, yang aku lihat disitu, adalah
gambar si cinderela masih berada di loteng, sendiri, galau, merana, gundah
gulana. Heheh. Terus, aku coba balik lagi, aku coba menjawab iya, dan si buku
menyuruhku membuka halaman 6, disitu ada gambar cinderela yang cantik, dengan
gaun indahnya, tersenyum gembira.
Tuh kan, hidup ini seakan
pilihan dan untung-untungan, kayak
tebak-tebakan gitu, lebih tepatnya lagi seperti permainan. Tapi untung-untungan
dengan resiko lebih besar dan surprise,
soalnya kita ga bisa undo. Kalau
beruntung bisa mendapatkan yang kita inginkan, kalau engga yaa menyesal.
Kalau beruntung, bisa jadi
manusia. Dan lebih beruntung lagi, jika dilahirkan cantik/tampan, cerdas, kaya,
apalagi diidolakan. Hmmmh.. kadang heran juga sih sama orang yang diidolakan sebegitunya,
fans berat dah. Mereka sesama manusia kan, yang tidak sempurna. Hanya saja
seseorang ini, yang kebetulan dengan keberuntungan yang lebih tinggi dan bisa
menonjolkan kehebatannya. (Mending kayak aku, mengidolakan diriku sendiri,
heheh)
Simpelnya, mungkin lebih baik
dijalanin aja, ngapain juga ribet-ribet dipikirin (padahal dari tadi yang ribet
mikirin siapa yaa -__-). Mungkin saja Tuhan itu ada. Mungkin saja tuhan itu
memang tahu yang terbaik. Atau mungkin saja, Tuhan seperti sedang bermain The Sims, hanya saja dengan teknologi
yang lebih canggih dan lebih kompleks. Mungkin hanya Tuhan yang tahu.
*the sims: adalah semacam permanian yang memungkinkan kita untuk
sebebas-bebasnya mengatur kehidupan pemain di sana. Bahkan, bisa membuat bentuk
fisik dan watak manusia yang berada di sana. Termasuk juga mengatur sikap yang
diambil jika terjadi masalah dan nasib pemainnya.
0 komentar