Tanpa Ini, Tidak Akan Ada Pariwisata
2:58 PM
Salah satu cara mempelajari pariwisata adalah dengan
berwisata. Berbagai tumpukan teori dan penjelasan di bangku perkuliahan
sepertinya belum lengkap rasanya jika tidak mengalami dan merasakannya
langsung. Practice makes perfect, right?
Di akhir tahun 2015 ini, sebelum perkuliahan dimulai, saya mengambil
kesempatan dengan mengunjungi beberapa tempat di daerah Prancis dan di luar
Prancis selama dua minggu.
Perjalanan saya mulai dengan menaiki TGV atau kereta cepat
dari Angers menuju Bordeaux, kota di Prancis yang sangat terkenal dengan
kenikmatan winenya. Sesampainya di sana, saya langsung disambut dengan
arsitekturnya yang unik, Bordeaux memiliki suatu destinasi wisata yang harus
dikunjungi yakni Place de La Bourse, Lucunya,
persis di sebrang gedung ini terdapat Miroir d’Eau atau cermin air, sehingga
ketika kita mengambil foto, terdapat refleksinya seperti ini:
Place de La Bourse dan Miroir d'Eau, Bordeaux |
Menyusuri kota Bordeaux terasa begitu menyenangkan, mata
saya tak jemu menikmati setiap sudut keindahan kota ini. modernitas dan hiruk-pikuknya
mampu berbaur dengan nuansa klasik tempo dulu di sekelilingnya. Ada jalanan
berbatu seperti di abad 15, gereja tua Saint-André yang menjadi salah satu
warisan budaya UNESCO.
Dari Bordeaux, saya bertolak ke Paris. Seluruh dunia pasti
sudah tahu, Paris punya ciri khas romantismenya, sehingga banyak pasangan
memimpikan berada di sana. Anggunnya La Tour Eiffel yang berdiri tegak di pusat
kota juga mampu menggoda puluhan juta wisatawan dan membuat Prancis selalu
unggul di sektor pariwisatanya.
La Tour Eiffel, Paris |
Saya menuju ke arah utara, dan mampir sebentar di Lille,
kota kecil ini seakan berbeda dengan daerah di Prancis lainnya, beberapa gedung
terlihat tidak terlalu tinggi dan perumahannya berbaris rapi dengan warna dominan
cerah, seperti merah dan oranye.
Jalanan di Kota Lille |
Semakin ke utara, saya mampir di Belgia dan Belanda. Kedua Negara
tetangga ini (walaupun berdekatan) juga memiliki ciri khas tersendiri. Belgia terkenal
dengan makanannya yang khas yakni: waffle dan coklat, begitu pula kemegahan arsitekturnya, yang
salah satunya adalah La Grand Place yang sangat cantik. Kemudian, Belanda
dengan kincir angin dan tulipnya.
La Grand Place, Brussels |
Zaanse Schans, Belanda |
Dari sekian cerita yang saya tulis sebelumnya, bisakah ditebak, tanpa apa maksudnya yang akan mengancam eksistensi Pariwisata?
Baiklah, sebelum menjawab itu, saya akan kembali lagi ke teori. Teori
pariwisata menegaskan bahwa setidaknya ada 4 komponen ditambah 1 pendukung
untuk mengembangkan pariwisata. Keempat hal itu yakni: Attractions,
Accessabilities, Ancillarries, Amenities ditambah Community Participation.
Namun, menurut pendapat saya, ada lagi satu hal yang menjadi magnet terbesar
dalam menarik wisatawan, sesuatu yang membuatnya atraktif dan hanya dimiliki
oleh satu destinasi itu. Apalagi kalau bukan: UNIQUENESS
Dari seluruh destinasi yang saya jabarkan sebelumnya, selalu
memiliki ciri khas tersendiri, tidak meniru, tidak menjiplak dan hanya dia satu-satunya.
Mereka memiliki ciri khas dan mempertahankannya. Ini mirip dengan ilmu
manajemen “Branding”, memberikan label tersendiri yang menjadi ciri khas
produk.
Ingat juga bahwa tujuan para traveler berwisata adalah menjumpai
keunikan dan keaslian suatu daya tarik. Dengan ini, sebenarnya kita tidak perlu
takut dengan senggolan Negara tetangga yang pernah ingin “mencuri” daya tarik negri
kita, karena para traveler sejati pastinya lebih memilih yang asli dibanding yang
KW. Namun, kita juga tidak bisa santai-santai begitu saja jika satu-persatu
budaya kita dicomot, bahkan sebaiknya kita semakin waspada dari sisi internal. Bisa
dilihat saat ini restoran dan beberapa akomodasi di daerah wisata di Indonesia
justru dengan bangganya menggunakan arsitektur Eropa atau lainnya yang sama
sekali tidak mencirikan Indonesia. Itu yang sangat mengkhawatirkan. Itu yang sebenarnya
sangat disayangkan, karena di satu sisi tujuan turis berwisata adalah melihat
hal yang baru dan berbeda, lalu apa jadinya jika mereka datang ke Indonesia dan melihat
segalanya mirip seperti di negaranya?
Uniqueness is the main point, create and enhance it. Tidak
perlu susah payah untuk menciptakan branding, kita bisa mengutip sedikit dari
Alice Temperley:
1 komentar
Setuju sekali dengan Bu Devi, mungkin bisa ditambahkan dengan keaslian suatu objek wisata...karena setiap wisatawan mencari keunikan dan keaslian yang benar-benar berbeda...tks
ReplyDelete