Pacaran untuk apa?
5:20 AM
Satu pertanyaan klise
yang menggelitik dan seakan wajib bagi para jomblo (termasuk saya) adalah
berikut ini “Masa belum punya pacar?” Ketika kalimat ini masuk ke telinga saya,
karena mungkin saking seringnya, otak saya sepertinya menerjemahkan berbeda “Well
Devi, kamu seharusnya sudah punya pacar.”
Saya “pernah” punya pacar, selain karena
memang saya cinta (cieh cinta), saya akui salah satu alasan lainnya adalah
karena saya “penasaran”. Jadi ini semacam eksperimen anak ingusan untuk
membuktikan hipotes sebagian besar orang tentang apakah benar pacaran itu
seindah barisan kata di novel remaja, sebahagianya film romansa, seromantis
drama film korea, sekonyolnya serial FTV, atau mungkin seabadi cinta
Habibie-Ainun. Hipotesis ini belum terjawab, karena saya sendiri belum
menemukan cinta yang benar-benar cinta (cieh cinta lagi).
Ada lagi yang turut
prihatin menyarankan untuk jangan terlalu memilih dan menerima dia yang
mencintai kita (cieh lagi-lagi cinta). Oke, ini yang menurut saya paling
krusial. “Dia” seseorang yang akan mendampingi dan menemani kita seumur hidup,
apa mungkin kita asal pilih? Bagaimana dengan konsekuensinya nanti? Bukankah
justru semakin berat? Saya sebenarnya kurang setuju dengan ungkapan “berteman
dengan siapa saja, tidak boleh memilih”, ini yang dulu sering saya baca di buku
budi pekerti. Tidakkah mereka tahu bahwa faktor eksternal yang paling
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kita adalah orang-orang terdekat?
Bagaimana kalau kita asal pilih dan akhirnya berteman dengan kriminal? Atau
orang-orang yang dengan lihainya memanfaatkan kita demi keuntungannya? Begitu
juga dengan pendamping hidup kelak, yakinkah kita seumur hidup bersamanya? Jadi
untuk yang ini saya sanggah, karena pilihan saat ini menentukan masa depan nanti.
Oke, setelah tadi saya
dengan bangga mendeklarasikan bahwa kita harus memilih, jadi orang lain pun
juga berhak untuk memilih, dan saya akui dengan bangga pula bahwa saya
seringkali “tidak dipilih” bahkan mungkin bukan pilihan (haha ngenes! kemakan
omongan sendiri kamu dev! Pasti itu kan yang ada di pikiran kalian sekarang,
silahkan tertawa sepuasnya).
Hidup itu pilihan.
Sudahlah, jangan terlalu berpuitis tentang cinta yang katanya “jangan jadikan
aku pilihan, tapi tujuan hidupmu.” Kata-kata pujangga yang sedang dimabuk
asmara ini bertolak belakang dengan realitanya, karena setelah tidak bersama
lagi, dijamin si pujangga lebih ekspresif lagi untuk menebarkan kata-kata indah
yang lebih meletup dibanding sebelumnya. Jadi, dalam soal asmara pun begitu,
kita siap menjadi pilihan, kemudian memilih dan dipilih. Termasuk memilih untuk
pacaran, menjalaninya dengan santai, serius atau lebih paling serius lagi.
Tapi, pacaran untuk
apa?
Kata teman saya yang
sudah expert tentang perpacaran, katanya pacaran itu untuk menemukan belahan
jiwanya (cieh jadi jiwa itu semacam duren yang bisa dibelah, maaf saya memang
kurang romantis).
Ada juga alasan unik
lainnya tentang pacaran misalnya biar ga dibilang ga laku, biar ga
dibilang terlalu pemilih, kepepet umur, takut sendiri, sampai juga ke alasan
yang paling sederhana terkesan lugu: biar punya aja!
Apalagi ada yang
bilang kalau lama sendiri berarti “susah move on”. Jadi begini, kalau definisi
move on itu kita juga harus punya pacar setelah patah hati, atau kasarnya kita
berlomba dengan mantan siapa yang duluan punya pacar, iya saya akui saya belum move on. Tapi kalau move on itu definisinya untuk berpindah ke situasi dimana
kita melupakan semuanya tentang kenangan ga jelas yang bikin patah hati itu,
tentunya saya tidak susah move on. Saya sudah melupakan itu semua. Sayangnya,
saya tidak mau lagi terlalu cepat, ceroboh dan sembrono untuk memilih atau bisa
juga dibilang terlalu malas untuk menjalani semua romansa yang terlalu
didramatisasi.
Jadi pacaran untuk
apa?
Menurut saya, pacaran itu untuk membuat kita
merasa lebih bahagia, lebih baik dan lebih nyaman dibanding sendiri. Pacaran itu untuk
menyadarkan bahwa benar memang berdua lebih baik. Jadi jika justru pacaran
bikin saya tambah ribet dan semasih saya lebih bahagia dengan sendiri ini,
untuk apa pacaran?Ohya dan saya sangat setuju curhatan Andovi Da Lopez ini!
0 komentar