Munculnya Kasta Bule
11:14 AMSumber: www.indosurflife.com |
Bule.
Mendengar kata ini mungkin akan muncul deskripsi seperti: berparas rupawan,
sempurna dalam segi fisik, berkecukupan bahkan berkelebihan dalam segi
finansial, status sosial lebih tinggi, intelejensi lebih mumpuni dan banyak
lagi hal lainnya yang menunjukkan bahwa ‘Bule’ berada dalam level superior.
Di
Indonesia sendiri, Bule seakan diagungkan dan didahulukan. Berteman atau dekat
dengan Bule dianggap hebat. Bisa berbicara dengan Bule dianggap luar biasa.
Begitu pula saat mencari pekerjaan, punya paras seperti Bule akan mudah menjadi
pemain film atau model, dan sayangnya terkadang menghiraukan kemampuan
sesungguhnya di bidang itu.
Kemudian,
fenomena lainnya di media. Ada Bule yang bisa bicara bahasa Indonesia sedikit
langsung heboh. Ada Bule yang cinta Indonesia, atau bahkan menjadi Warga Negara
Indonesia seketika menjadi pusat perhatian. Bagaimana misalnya ada orang
Indonesia yang cinta dengan Amerika, Prancis, atau Negara lain? Akankah menjadi
perhatian juga di Negara itu?
Satu hal
lucu lainnya yang saya alami ketika mengikuti seminar di La Rochelle yang mana
pesertanya adalah orang Indonesia dan Prancis. Saat itu, saya menemani Dosen
pembimbing, dan ketika kami keluar gedung, ada segerombolan Bapak-Bapak yang
dengan ramahnya dan sungguh bersemangat meminta foto dengan dosen pembimbing
saya. Dosen saya yang walaupun tampak kebingungan akhirnya mau berfoto dengan
mereka. Di akhir sesi tersebut dosen saya bertanya, “Kenapa mereka meminta foto
dengan saya padahal kita tidak saling kenal?” Penuh diplomasi saya menjawab,
“Ibu tahu kan kalau orang Indonesia sangat ramah? Nah, mereka lebih ramah lagi
dengan Bule.”
Memang,
segala sesuatunya pasti ada sisi positif. Pandangan luar biasa kita terhadap
Bule, dan menempatkannya pada level status lebih tinggi membuat Indonesia
menjadi rumah yang paling diidamkan bagi mereka. Keramahan dan senyum adalah
hal yang paling jarang ditemui di negaranya. Saya mengalaminya sendiri ketika
saya menaiki Metro (atau kereta bawah tanah) di Paris. Orang-orang seakan
seperti robot, diam tak bergeming, sibuk dengan tujuan masing-masing. Mereka
tidak berani tersenyum, karena hal itu bisa disalah-artikan, dan keramahan
justru bisa menjadi hal yang membahayakan dan berujung kriminal. Maka tak
heran, sesampainya di Indonesia mereka langsung menyebutnya surga.
Saya
pernah membaca blog yang secara gamblang menceritakan diskriminasi antara Bule
dan orang lokal. Si penulis merasa diusir secara tidak santun di suatu restoran
ternama di Bali, sedangkan Bule yang ada di sebelahnya yang hanya memesan
makanan lebih sedikit dibanding dia, justru diperlakukan bagai raja.
Bule yang
datang ke Indonesia, tidak selamanya dan tidak semuanya ‘berduit’. Kita tentu
masih ingat dengan insiden Bule Prancis Amokrane yang ditembak mati di Bali
karena tidak bisa membayar utang di Warung dan dia bahkan mengancam dengan
senjata tajam. Ini hanya contoh kecil, tapi setidaknya bisa menjadi alarm besar
untuk sadar bahwa: jangan biarkan kasta Bule menjajah lagi.
Mungkin,
kita masih belum bisa move on dari masa kolonial. Lantas, sia-siakah perjuangan
kemerdekaan itu? Ketika kita masih terjajah dengan ideologi generalisasi orang
kulit putih yang dianggap lebih hebat?
0 komentar