Bukan Monalisa

6:51 AM

Saya memang terbiasa sendiri. Belajar makan sendiri. Belajar jalan juga sendiri. Belajar makan sambil jalan juga sendiri. Segala sesuatu, bagi saya, akan sangat terasa lebih memuaskan kalau berhasil dilakukan sendiri. Dari kecil, semuanya sudah saya biasakan untuk diselesaikan secara sendiri. Bahkan, dulu ketika anak kecil lainnya yang seusia saya harus mengerjakan PR ditemani ayah, ibu atau mungkin didatangkan guru privat, saya malah disuruh sendiri dengan alasan “Devi kamu kan sudah pintar, belajar sendiri aja sana, Ibu juga ga ngerti” Semenjak itu setiap kali saya mendapatkan buku LKS, selalu saya fotokopi, jadi yang satu buat dikasi jawaban dan yang lagi satu buat ngetes diri sendiri kalau mau ulangan nanti. Jadi semuanya sendiri, jawaban cari sendiri dan ngetes diri sendiri juga sendiri. Kalau salah ya salah sendiri.

Ini mungkin yang bikin terbawa sampai sekarang. Umur saya sekarang 23 tahun dan saya masih sendiri. Menurut saya ini sesuatu yang wajar, umur segini masih muda dan masih sangat bebas untuk memilih atau mungkin karena saya terlalu terbiasa sendiri dan menganggap ini bukan masalah. Anehnya orang sekitar saya yang menganggapnya tidak wajar, menunjukkan rasa prihatinnya yang berlebihan. Sebagian besar bilang saya terlalu pemilih.

Jujur dan tidak munafik. Saya sangat suka cowok ganteng, bersih, rapi, bodi enam kotak dan segitiga kebalik, tinggi minimal 175 cm, jarang senyum tapi tatapannya bikin meleleh. Itu secara penampilan, kalau dari segi kualitas, saya suka yang pintar, umm IPK minimal 3,75 lah, wawasannya luas, kalau diajak ngobrol gampang nyambungnya. Kemudian dari segi finansial, pastinya mapan, punya pekerjaan tetap, properti dimana-mana, deposito berlimpah, punya usaha di segala penjuru. Ditambah lagi yang lainnya seperti romantis, perhatian, peduli, setia, baik dan ga suka ngegosip. TAPI SAYANGNYA, sudah sangat dapat dipastikan sosok seperti ini hanya ada dalam dongeng atau imajinasi saja, seandainya pun ada ga mungkin dia mau sama saya.

Saya sadar setiap orang tidak ada yang sempurna, saya pun begitu. Jadi saya tidak mungkin terlalu memaksa dan muluk untuk mendapatkan yang terbaik.

Bukannya sombong, tapi ada banyak orang yang bilang saya cantik, tapi mungkin lebih banyak lagi yang bilang saya jelek. Bukannya sombong juga, tapi ada banyak orang yang bilang saya pintar, tapi mungkin lebih banyak lagi yang bilang saya bodoh. Bukannya sombong lagi, tapi ada banyak orang yang bilang saya baik, tapi mungkin lebih banyak lagi yang bilang saya jahat. Mungkinkah sebenarnya, saya terlalu jelek bagi idaman saya, terlalu bodoh untuk mempertahankan hubungan dan terlalu jahat untuk tidak memberi harapan?
sumber foto: pixshark.com

Jadi?

Yang jelas, saya bukan Monalisa.
Sosok yang perfeksionis, sempurna dan terlalu berkualitas.
Saking berkualitasnya hanya boleh untuk dipajang, bukan untuk dimiliki, menyimpan berjuta misteri yang hanya pantas dikagumi saja.

Saya bukan Monalisa.
Saya hanya manusia biasa. Saya tidak sempurna. Saya butuh penyempurna dan karena saya tahu satu-satunya hal yang tidak bisa dilakukan sendiri...

...adalah....

"belajar mencinta"

You Might Also Like

2 komentar

  1. terkadang manusia tidak akan bisa mengejar yang namanya kesempurnaan, karena sempurna hanya ada dalam lagunya Andra and The Backbone "sempurna" hihihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. berarti sempurna tidak bisa dikejar, tapi setidaknya masih bisa dinyanyikan~

      Delete