Stand up comedy membuka mata

6:31 AM

sebagai mahasiswa semester akhir, tentunya kita  sudah dihadapi dengan berbagai mitos, seperti dosen penguji yang killer, dosen pembimbing yang php (pemberi harapan palsu), sampai ritual memilih judul yang bahkan lebih susah dibanding milih jodoh.

Tapi aku pede, aku yakin judulku diterima, setelah aku lihat dosen penguji proposalku (yang katanya terkenal galak) aku cuman bergumam, ah itu cuman mitos.

Akhirnya hari itu datang juga. Semua udah pada rapi, cantik dan ganteng pake attire hitam putih, pantofel hitam, lengkap dengan wajah sumringah kayak anak SMA yang mau denger pengumuman kelulusan. Aku juga udah siap semuanya, dari presentasi, makalah sampai mental (just in case ada dosen yang kangen marah marah)

Tapi...



Memang benar ternyata ini bukan mitos. Aku merasa ditampar sekeras-kerasnya. Proposal yang udah aku siapin dengan sangat cantik, ditolak mentah-mentah, hanya karena judul, saudara-saudara.

Rasanya benar-benar bagaikan butiran debu yang tak tahu arah jalan pulang. Aku cuman bisa bengong sambil berpikir negatif, gimana kalo aku ga lulus lulus? gimana kalo aku jadi mahasiswa abadi? gimana kalo teman-teman yang lain dengan bahagianya satu persatu lulus dan aku tertinggal sendiri? Pikirku, semua sia-sia.

Karena tak tahu arah jalan pulang, akhirnya aku coba bertanya dengan orang-orang sekitar, dalam hal ini, TEMAN. Aku harus susah payah cerita dari satu teman ke teman yang lain, sambil nahan air mata jatuh lagi. Iya aku memang terlalu sensitif. Padahal dosen itu pun juga sudah menenangkan aku dengan nyuruh cuman ganti data. Trus dia ga galak kok, akunya aja yang lebay!

Dari semua teman itu, ada satu yang sangat menginspirasi, sebut saja namanya Kartina. Dia ngusulin pakai data "stand up comedy"

Hah? stand up comedy? waktu itu aku totally ga tau tentang ini. Apa ini komedi sambil berdiri? Komedi yang aku tahu ya memang sambil berdiri, terus saling mengejek satu sama lain, belum lagi ada yang sampai mengungkap aib lawan mainnya, bahkan ada yang sampai main fisik. Anehnya, para penontonnya ketawa. Mungkin kita memang sudah diajarkan untuk tertawa di atas penderitaan orang lain. Coba kalo temenmu ada yang jatuh, reaksi pertama pasti ketawa bukannya bantuin. Hayo ngaku!

Langsung aja aku ga setuju, aku ga suka nonton komedi kayak gitu, nah sekarang ini dijadiin data, berarti aku harus (mau ga mau) nonton hal-hal semacam itu, yang tidak mengedukasi sama sekali.   Dengan sabar, si kartina mengeritingkan, eh meluruskan, kalau ini jenis komedi yang beda. Dengan baik hati, dia menyodorkan salah satu video stand up.

Oh ternyata saya yang salah paham, dan saya yang terlalu terkungkung dalam tempurung. Stand up comedy benar benar membuka mata, komedi itu bisa menjadi jajanan cerdas dibalik banyaknya hiburan yang (menurut saya) kurang menginspirasi.

Tentunya stand up comedy juga membuka mata saya untuk membuat skripsi yang lebih baik lagi, untuk tidak terlalu berpuas diri, untuk tidak terlalu lebay berpikiran negatif terhadap hal-hal yang sebenarnya masih bisa diperbaiki.

Saya banyak belajar dari pengalaman ini dan you know what? akhirnya sekarang, saya tahu arah jalan pulang.

Oke endingnya, saya lulus dengan predikat "with honor" barengan dengan si Kartina dengan masa studi 3,5 tahun. Tapi saya belum puas, masih ada petualangan lainnya menunggu di depan hidung untuk kembali membuka mata. Aku siap!

You Might Also Like

0 komentar