Ada juga pengemis di Prancis

7:44 AM

Pagi itu saya sudah di Les Gares, begitu nama tempat yang biasa disebut dengan stasiun kereta di sini. Saya harus bergegas ke sini karena saya akan ke kota Saumur untuk bertemu dengan dosen pembimbing saya. Saat ini saya tinggal di Angers, kota kecil di sebelah barat Prancis dengan luas wilayah 42,70 km2. Kota ini indah sekali dengan arsitektur khas eropa yang sangat cantik. Selain itu, tidak terlalu padat, teramat sangat nyaman untuk ditempati, dengan tatanan kota yang sangat rapi, transportasi lancar dan lingkungannya bersih.



Ketika masih tertegun dengan pesona kota ini, tiba-tiba saya dikagetkan dengan seorang Ibu tinggi besar sambil menengadahkan tangannya dan berbicara, “S’il vous plait, donnez-moi l’argent pour manger,” yang kalau dibahasa Indonesiakan “Permisi, minta uang buat makan,”

“Lah ada juga pengemis di Prancis ya,” reaksi saya spontan, sambil memberikan sekedar 1 euro untuk si Ibu itu. “Merci,” balas si Ibu sambil lanjut berjalan mencari targetnya yang lain.

Tidak hanya saat itu, ketika pulang saya melewati pusat kota, dan terlihat juga ada seorang Ibu duduk dengan pakaian kotor di pinggir jalan, sambil memanggil “Bonjour monsieur, madame, mademoisselle,” yang di sisinya terdapat kaleng kecil dengan beberapa recehan. Bahkan ada juga beberapa pengemis yang memasang tarif, dengan menaruh tulisan dari kardus di sampingnya berisi nominal euro yang dia minta. Unik, lucu, tapi juga aneh.




Sebelum saya tiba di sini, bayangan saya tentang Negara maju, seperti Prancis sangatlah berlebihan. Mungkin karena saya melihat terlalu general dan terbuai dengan dongeng banyak orang dan media yang terlalu membanggakan Negara barat. Memang itu semua wajar, siapa yang tidak tahu Prancis, negara ini memiliki pendapatan per kapita sebesar 2,8 Triliun US$, sangat jauh dari Indonesia yang masih sebesar US$ 888,5 bilyar (World Bank, 2014). Prancis juga terkenal dengan fashionnya yang fantastis, bahkan Menara Eiffel menjadi simbol yang sangat membanggakan bagi sebagian besar orang.

Namun ketika saya sudah berada di sini, saya melihat semua realitanya, bahkan Negara maju seperti Prancis pun punya pengemis. Bahkan Negara maju seperti Prancis punya banyak pengangguran, yakni sebesar 10,2% dari populasinya (sedangkan Indonesia hanya 6,6%). Bahkan Negara maju seperti Prancis pun ada copet dan banyak kriminal, terutama di daerah metropolitan. Bahkan Negara maju seperti Prancis pun banyak yang masyarakatnya tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik dan benar. Ini semua realita, bukan retorika.

 Kini, saya punya pandangan lain, saya beranggapan bahwa ini hanyalah keberhasilan Prancis dalam menerapkan strategi marketing yang tepat sehingga kita dengan mudahnya terhanyut dan ikut-ikutan merasa terpukau, bahkan membanggakan produknya.

Artikel saya ini bukan untuk dengan sengaja mengungkapkan keburukan Negara lain, bukan juga untuk mengajak Indonesia bersantai karena bahkan Negara maju pun memiliki fenomena yang sama. Saya ingin mengajak untuk bersama-sama melihat sisi positifnya. Indonesia masih belum terlalu jauh untuk memulai dan mengejar ketertinggalan, kita punya banyak SDM berkualitas yang saat ini tersebar di berbagai Negara untuk menuntut ilmu dengan harapan sekembalinya ke Indonesia bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Kita juga punya calon pemimpin dan para pemuda pemudi kritis dengan ide-ide yang luar biasa.

Jangan terlalu berkecil hati dengan kelemahan dan terlalu silau dengan keberhasilan Negara lain. Yang selama ini dilakukan Negara maju adalah, menurut saya, menonjolkan keunggulan dan kekuatan setinggi mungkin untuk menjadikannya benteng dari kelemahannya.

Mari lakukan ATM, Amati, Tiru dan Modifikasi. Contoh, ketika berbicara ikon, kalau Prancis punya menara Eiffel tentunya kita juga bisa menawarkan sesuatu yang serupa dan sesuai dengan identitas bangsa. Hanya ide saja (berhubung saya berasal dari Bali), terlintas untuk menjadikan Garuda Wisnu Kencana sebagai salah satu ikon. Bahkan, (saya rasa dan saya yakin), bentuk dan arsitekturnya bisa bersaing dengan menara Eiffel. Hanya saja belum digarap secara serius oleh pemerintah ke arah itu, bahkan pembangunannya pun sempat tertunda, padahal GWK menjadi salah satu destinasi favorit di Bali.

Sepulangnya dari kota Saumur, saya mendapatkan pelajaran penting bahwa:
seberapa hebatnya suatu negara, pasti memiliki permasalahan, sehingga jangan merasa negara kita sendiri yang paling memprihatinkan. Kita punya banyak potensi, tinggal bagaimana pemanfaatannya.

You Might Also Like

0 komentar