Cap ‘orang kaya’ dari Blackberry
3:14 AM
“minta pin BB donk!” Ucapan ini kini mulai terdengar di pelosok
pedesaan. Apa yang membuat BlackBerry begitu populer? Atau kita sendiri yang menganggap
BlackBerry itu barang mahal dan pemiliknya pun orang berkelas?
Research in Motion, inilah nama perusahaan pencipta BlackBerry.
Didirikan oleh imigran Yunani di Kanada,
Mike Lazaridis. Kejeniusan Mike mulai terlihat sejak berumur 4 tahun,
ketika itu dia berhasil membuat sebuah pemutar rekaman dari lego, berlanjut di
usia 5 tahun, dia berhasil menciptakan radio dari lego. Mike kemudian
memutuskan untuk Drop Out dari Universitas Waterloo setelah memenangkan kontrak
senilai 560 ribu US Dollar dan mendirikan perusahaannya itu.
Pocket link dan strawberry sempat tercetus, sebelum akhirnya
ditetapkan menjadi BlackBerry yang kini seakan menjadi lambang status kelas
atas. BlackBerry semakin fenomenal setelah serial Gossip Girl yang notabene
menceritakan anak-anak muda kelas atas Manhattan, dengan bangga menggunakan
BlackBerry yang seakan menunjukkan prestise tersendiri.
Di Indonesia sendiri, BlackBerry juga seakan menjadi prestise sendiri bagi penggunanya. Orang-orang yang
memiliki BlackBerry dianggap orang kaya dan kelas atas. Tak heran, jika
kemudian, banyak orang kelas menengah yang ingin ‘dicap’ kelas atas, melewati
jalan pintas dengan cara menggunakan BlackBerry. Bahkan, bagi mereka, tidak
masalah jika Black Berry-nya itu jelas-jelas tiruan atau hanya bisa dibilang
‘mirip’. Terkadang, ada juga yang setelah membeli malah tidak tahu cara
menggunakannya, karena dengar-dengar penggunaan Black Berry lebih rumit dibandingkan
ponsel bermerk lainnya.
Somehow, beberapa orang
beranggapan seperti itu, menganggap Black Berry sebagai indikatornya. Kaya
miskinnya seseorang seakan berpatokan dengan Black Berry. Bahkan sampai masuk
ke pelosok pedesaan. Tentunya, mereka tidak tertarik dengan spesifikasi dan
fitur canggih BlackBerry, tapi mereka tertarik dengan bagaimana prestise
mereka bisa terangkat hanya dengan membeli ponsel ini.
Semua orang butuh pengakuan.
Sepertinya itu sekarang paradigma yang berkembang. Kita mencari jati diri, memimpikan
ingin menjadi sosok yang mewah dan berkelas atas. Tapi lupa akan proses, yang
justru secara alami membentuk jati diri itu, malah sebaliknya mengikuti jalan
pintas yang tentunya hanya berefek jangka pendek.
0 komentar