Apakah Investor Sejahat Itu?

9:24 PM


Disclaimer: saya bukan pengamat ahli di bagian investasi, pun tidak terjun langsung dalam kegiatan penanaman modal asing. Tulisan ini menggunakan analogi yang sangat sederhana dengan observasi seadanya yang membahas singkat terkait bagaimana seharusnya investasi dilaksanakan. Jika ada kritik, saran dan tambahan yang membangun, mohon untuk dicantumkan di kolom komentar agar wawasan tentang investasi, terutama bagi generasi muda akan semakin luas.

***
“Semua gara-gara investor”, “Eksploitasi alam dan lingkungan secara masif dilakukan oleh investor”, “Investor tidak memberikan ruang gerak kepada masyarakat yang semakin termarjinalkan”, “Indonesia akan semakin miskin karena kekayaan dan potensinya dikeruk oleh pihak asing” serta masih banyak lagi ungkapan lainnya dari masyarakat yang sebagian besar memiliki stigma negatif terhadap investor. Lalu pertanyaannya:

Apakah investor sejahat itu? Kalau begitu kenapa sekalian saja tidak perlu ada investor?

Oke, kita mulai dari membahas aturan. Kegiatan ‘investasi’ sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 20 tahun 2007 tentang penanaman modal. Nah, yang kemudian dibagi lagi menjadi dua, yakni: penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Namun justru yang lebih beken adalah yang dari ‘asing’ tersebut. Alasannya, kita sudah terlalu paranoid dengan segala yang embel-embelnya asing. Kita merasa takut dengan pihak asing yang punya stereotip superior dan pintar mempermainkan dan memanfaatkan negara kita tercinta ini. Maka dari itu, muncullah pikiran-pikiran negatif.

Nah, dalam UU tersebut, pada pasal 1 disebutkan bahwa:
"Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia"

Jadi, intinya adalah melakukan usaha, berusaha atau berbisnis yang tentunya dengan tujuan menghasilkan profit. Lalu, dikarenakan ada dua belah pihak yang terlibat yakni negara dan pembisnis tersebut, profit yang dimaksud sudah seharusnya bersifat mutualisme atau saling menguntungkan. Hal ini juga diatur dalam perundangan, seperti harus berdasarkan asas: kepastian hukum, akuntabilitas, kebersamaan, keberlanjutan, dan lain-lain.

Contoh sederhana untuk memahami investasi adalah orang tua yang membiayai pendidikan kita. Ini merupakan investasi bagi mereka, karena dengan harapan ketika kita dewasa nanti mampu mendapatkan pekerjaan, berpenghasilan cukup sehingga cukup pula merawat masa tua orang tua kita, persis seperti sifat mutualisme itu tadi. Investasi itu juga perlu waktu dan beresiko. Orang tua kita tidak langsung melihat kita sukses dan bisa jadi anaknya justru masih belum sesukses seperti yang mereka harapkan.

Kalau melihat dari analogi orang tua-anak di atas, tidak mungkin rasanya ada orang tua yang menyekolahkan anaknya dengan tujuan licik menjerumuskan kemudian. Tetapi kalau sekarang kita kembali lagi ke pertanyaan tentang investor yang datang ke negara kita, apakah semuanya berniat jahat?

Umm. Bisa jadi.

Kita pasti tidak akan pernah lupa dengan luka lama dari kasus Freeport. Bagaimana kasus ini bergulir dan sangat merugikan Indonesia bisa disimak di lini berikut: http://membunuhindonesia.net/2015/09/freeport-dan-penanaman-modal-asing-yang-membunuh-indonesia/.

Tapi tunggu dulu!

Masih banyak investasi asing yang justru membantu pembangunan dan perkembangan perekonomian Indonesia loh! Salah satunya adalah PT Rayon Utama Makmur, yang turut membantu kita untuk menghemat devisa dalam impor bahan baku untuk benang. Indonesia juga sebenarnya menjadi ‘lahan basah’ bagi para investor, terbukti pada tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat kedua pada negara tujuan investasi utama di benua Asia. http://inforial.bisnis.com/read/20150821/74/464369/inilah-100-proyek-investasi-asing-di-indonesia-senilai-rp80-triliun

Berbicara juga tentang Bali sebagai primadona pariwisata Indonesia, bisa dibayangkan jika Bali tidak pernah tersentuh investor, mungkin saja Bali belum seterkenal sekarang. Nusa dua dan Jimbaran mungkin masih menjadi lahan kapur. Kuta dan Sanur masih menjadi desa nelayan, serta Ubud tidak akan pernah dikunjungi Julia Robert *eh.

Problematika investasi asing memang sangat kompleks, sehingga harus adanya kesepakatan bersama yang disikapi dengan cermat dan tegas. Sudah saatnya pula Indonesia tidak melulu bersifat inferior dengan pihak asing. Daripada kita menuduh siapa yang akan memanfaatkan siapa, lebih baik kita saling ‘memanfaatkan’. Indonesia bisa belajar dari pengetahuan, teknologi dan sistem kerja pihak asing tentang pengelolaan sumber daya yang dimiliki Indonesia, begitu pula pihak asing mendapatkan kontribusi yang setimpal.

Tentunya, jika diawasi dengan baik oleh pemerintah, Badan Koordinasi Penanaman Modal serta Otoritas Jasa Keuangan, maka tidak akan ada PMA yang di luar jalur aturan yang berlaku dan sesuai dengan harapan kita bersama untuk memajukan bangsa.



Jadi apakah investor sejahat itu?
Atau memang kita sendiri yang mengijinkannya berbuat jahat?

You Might Also Like

0 komentar