Ngaben Sepuluh Tahun Sekali Jadi Daya Tarik Wisata

6:22 AM

Ngaben merupakan prosesi ritual umat Hindu untuk mengantarkan atma kepada Brahman, sehingga dapat menyatu dalam Moksa (kebahagiaan tertinggi). Umat Hindu percaya bahwa manusia merupakan percikan terkecil dari Tuhan, dengan atma sebagai jiwanya. Sedangkan raganya terbentuk dari Panca Maha Bhuta, yang terdiri dari pertiwi (tanah), bayu (udara), apah (air), teja (api) dan akasa (ruang hampa). Kelima unsur inilah yang harus dipralina atau dilebur untuk kembali dengan alam, dan menyatukan kembali sang atma dengan Sumbernya.


Ngaben biasanya diadakan dengan mencari hari baik terdekat dari hari meninggalnya seseorang. Pelaksanaan ngaben juga berbeda di tiap desa dan disesuaikan dengan Desa Kala Patra masing-masing. Desa Kala Patra secara harfiah berarti tempat, waktu dan keadaan. Suatu prosesi upacara di Bali biasanya disesuaikan dengan keperluan dan kepercayaan turun temurun desa adat, dengan memperhatikan tempat, waktu dan keadaan tersebut.



Seperti halnya kepercayaan di Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng yang menggelar Ngaben masal setiap sepuluh tahun sekali. Upacara ini sudah berlangsung turun temurun bahkan semenjak hampir 100 tahun yang lalu. Tahun ini, upacara dilaksanakan selama hampir 2 minggu dengan puncak acara pada tanggal 16 Juni kemarin, dengan total 49 sawa (istilah untuk menyebutkan roh yang akan diaben).

Dengan dilaksanakannya secara masal, membuat kita semakin menyadari bahwa sampai kehidupan berakhir pun manusia tetap makhluk sosial. Mereka yang telah meninggal didoakan bersama-sama, diiringi dengan nyanyian kidung nan merdu serta parade meriah dari cucu dan anak-anak mereka. Semuanya dilakukan demi melepas kepergian dengan ikhlas, sehingga apa yang dikenang hanyalah karma baik peninggalannya semasih hidup.

Ngaben sekali setiap satu dasawarsa ini juga merupakan hal yang sangat penting dalam mempererat keharmonisan dan persaudaraan antar warga Desa. Sanak saudara yang merantau kembali datang ke kampung halaman. Dari segi pembiayaan, ngaben masal menjadi solusi terbaik untuk menghemat dan membantu warga yang kurang mampu. Diungkapkan bahwa warga kurang mampu mendapat potongan harga, sedangkan keluarga yang tidak memiliki sawa  pun juga harus berkontribusi dengan kebijakan yang telah diputuskan bersama. Kebersamaan ini yang juga mengurangi ketimpangan sosial. Fokus utama juga terjaga, yakni dengan meningkatkan kebersamaan pada pawongan (hubungan dengan sesama manusia), dan kekhusyukan pada parahyangan (hubungan dengan Sang Pencipta).

Suka dalam duka
Layaknya ketika lahir, manusia disambut dengan sukacita, begitu pula semestinya ketika 'masa tugasnya' di dunia ini juga sudah berakhir. Ngaben menjadi simbolis bahwa mereka yang sudah kembali sebaiknya dilepaskan dengan sukacita.

Foto 1. Madeeng


Keluarga dari yang ditinggalkan (biasanya yang berusia di bawah 30 tahun) didandani pakaian adat bali secantik dan seganteng mungkin, sebagai simbolis bahwa para roh diantar menuju alam pitra (leluhur) dengan wajah terbaik dan senyum termanis. Prosesi ini dilaksanakan setelah acara Penebusan, yakni simbolis menempatkan roh ke tempat upacara.
Foto 2. Mendet

Mendet adalah menarikan tari Pendet untuk menyambut rombongan padeengan yang kembali ke tempat upacara.
Foto 3. Meliang-liangan


Meliang-liangan biasanya dilakukan pada malam hari usai pecaruan. Prosesinya dilakukan dengan mengitari area tempat upacara dengan menari dan melakukan lelucon, sehingga semua sedih dan rasa kehilangan tergantikan dengan canda dan tawa.
Foto 4. Ngoncang (menumbuk padi)


Prosesi ini dilakukan setiap tiga kali sehari sebagai simbolis saat akan memberikan sesajian kepada roh yang akan diaben. Pada tanggal 17 Juni, semua sawa dibawa oleh keluarga mereka, dengan cara digendong menuju setra.

Foto 5. Membawa Sawa menuju kuburan

Foto 6. Upacara Puncak

Foto 6. Nyegara Gunung di Labuhan Aji


Foto 7. Foto bersama usai Nyegara Gunung
Lokasi: Pura Melanting, Buleleng

Nyegara gunung
Usai keseluruhan prosesi di Desa, acara kemudian dilanjutkan dengan nyegara gunung. Segara atau laut disimboliskan sebagai predhana, sedangkan gunung sebagai purusa. Purusa predahana (perempuan dan laki-laki) dipercaya sebagai simbol pemberi kehidupan. Persembahyangan dilakukan di pura pulaki dan pura melanting.

Magnet bagi turis asing
Foto 8. Turis Asing sedang mengabadikan prosesi upacara
Foto 9. Turis Asing mengikuti prosesi upacara

Tidak hanya pelestarian budaya, Ngaben juga membawa dampak baik bagi pariwisata. Saat prosesi, terlihat beberapa turis asing sibuk dengan kameranya untuk mengabadikan setiap momen. Bahkan ada yang datang di malam hari, sekadar untuk duduk dan berbaur dengan masyarakat lokal.

Para turis dengan bebas bisa masuk keluar tempat upacara, tidak ada karcis masuk. Namun, mereka hanya diharuskan memakai kamen, kebaya dan udeng untuk mengikuti budaya setempat. Ada pula yang bisa dengan fasih berbahasa Indonesia. Mereka mengaku sedang belajar megambel di Puri Lumbung.

Budaya Bali yang sangat kaya dan kental dengan kegiatan keagamaan menjadi daya tarik yang memikat turis asing. Terlebih saat ini, mulai terjadi pergesaran karakteristik wisatawan mencari daerah pedesaan dan jauh dari keramaian wisatawan lainnya. Daerah turis yang terlalu padat, mulai digantikan dengan desa wisata yang ramah dan tenang, serta menonjolkan autentisitasnya.


Diversifikasi produk wisata sebaiknya mulai diperhatikan. Tipe wisatawan yang dijabarkan pada tulisan ini tergolong dalam experiential tourist, yang lebih memilih menjelajah sendiri atau dengan kelompok kecil, yang menyusun rencana perjalanan sendiri, dan yang membiarkan dirinya tersesat menemukan petualangan sendiri. Para turis ini lebih memilih mengeksplorasi, dibanding disodorkan paket wisata. Mereka yang lebih senang memperkaya wawasannya dengan bertemu orang baru dan belajar hal baru. Para turis ini berpotensi menemukan destinasi dan daya tarik wisata baru yang belum pernah dilirik.

Menurut UNWTO, experiential tourist mulai berkembang pada tahun 2001, hal ini dikarenakan generasi muda yakni generasi milenial cenderung untuk melakukan kegiatan wisata berpetualang. UNWTO menegaskan definisi experiential tourism sebagai berikut:

Experiential tourism involves active participation by travelers in the experience and promotes activities that draw people outdoors, and into cultures and communities. Essentially, experiential tourists seek memorable experiences.

Yang terpenting, experiental tourist menekankan bahwa ketika berwisata, turis wajib merasakan pengalaman berkualitas dan membawanya sebagai kenangan yang tak terlupakan.

As a tourist, we can easily buy souvenir from the local shop, but only experience can give us the best souvenir.

Referensi:

You Might Also Like

0 komentar