Senioritas bibit radikalisme

7:57 AM

Pasal 1. Senior selalu benar
Pasal 2. Jika senior salah, maka kembali ke pasal 1
Aku pernah denger peraturan semacam ini dari temanku. Kebetulan kita seangkatan, jadi saling sharing tentang berbagai kegalauan MABA. Agak ngenes sih sama temanku ini, yang WAJIB mematuhi 2 pasal tadi.

Oke, mereka (para senior itu) memang lahir setahun lebih tua, umm atau lebih dahulu mendaftar di sekolah yang sama. Mereka senior, hanya senior, tapi kenapa menganggap selalu benar? Kita juga sama-sama masih berlabel mahasiswa kan?



Ini seperti kita memutar waktu dan kembali ke masa kerajaan. Saat, dimana raja yang selalu benar, raja yang berkuasa, dan raja segala-galanya. Well, itu jaman kapan ya? Sekarang kita sudah memasuki abad 21, mau semakin maju atau mundur lagi nih? -__-

Lagi-lagi kedisiplinan dan penghormatan yang menjadi kamuflasenya. Alasan senior ya begitu-begitu saja. Agar terlihat berwibawa di depan MABAnya. Dengan galak dan kasar? Bukankah itu malah membuat mereka seakan terlihat tidak sopan? Orang yang berwibawa adalah ketika suaranya penuh makna dan bukan sekadar keras dan lantang.

Pernah dengar masa orientasi sekolah-sekolah di luar negeri? Umm, setahuku sih tidak ada yang namanya ‘perponcloan’ seperti itu. Perploncoan yang seakan masih saja terselip tanpa sepengetahuan pihak berwenang. Mereka (sekolah luar negeri) benar-benar mendefinisikan arti ‘orientasi’ dengan baik. Orientasi yaa berarti pengenalan, tanpa adanya ‘plus-plus’ lainnya.

Apalagi sudah banyak sekali fakta dan data yang menyebutkan banyak MABA yang menjadi korban. Korban di sini bukan hanya meninggal dunia, bahkan ada yang luka-luka karena kecelakaan. Saking ‘hormat’nya mereka sama para seniornya.

Ini pengalamanku sendiri. Aku pernah mencoba bagaimana rasanya menjadi senior. Iya, ada senang dan dukanya. Senangnya, untunglah sebagian besar dari mereka tidak menganggap senioritas kami itu sebuah beban. Tapi dukanya, aku sedih. Aku sedih ketika ada yang sampai luka-luka, karena kecelakaan, hanya untuk mengerjakan tugas yang kita berikan. Untung saja Tuhan masih memberkatinya. Seandainya ‘hal terburuk’ sampai terjadi, aku yang bagian dari para senior ini, tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Membiarkan orang lain, terpaksa mempertaruhkan hidupnya hanya gara-gara ego kita.

Zaman radikalisme, jaman kakek nenek kita waktu muda dulu. Tahu kan? Yang tua selalu benar, anak wanita dipingit dan tidak boleh belajar. Semua perkataan orang tua harus dipatuhi. Hmmh.. sepertinya kita tidak perlu mesin waktu, karena sekarang pun kita sudah bisa melihat bagaimana kondisi dulu.
Sisi positifnya, memang kita jadi lebih cepat mengakrabkan diri. Tapi ingat, terkadang sesuatu yang instan itu, berdampak buruk untuk jangka panjang. Kalau ini terus terjadi, bisa saja kita benar-benar kembali ke jaman radikal tersebut. Selalu terkekang, kebebasan seakan barang mahal yang susah didapat. Dan kekuasaan itu segalanya, sampai disalah gunakan dengan semena-mena.

Aku bukan bermaksud berkomentar kalau orientasi ini sebaiknya dihapuskan. Bukan itu, tapi perbaiki kualitas dari program orientasinya. Boleh galak, tapi jangan terlalu. Boleh disiplin, tapi jangan terlalu. because too much will kill you.

You Might Also Like

1 komentar